Jumat, 12 Januari 2018

Pesona Kemewahan Masjid Nabawi

Madinah adalah salah satu kota suci umat islam kedua setelah Mekah yang selalu ramai dikunjungi oleh kaum muslimin. Saya dan keluarga berkesempatan berziarah ke beberapa tempat. Kesan pertama saat tiba di Bandara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz Madinah suasana padang pasir mulai terasa, saya terkesima dengan desain bangunan berbentuk pohon kurma yang merupakan ciri khas negara Arab Saudi. Pemeriksaan paspor pun berlangsung lancar dengan disambut oleh orang-orang yang kompak memakai sorban kotak-kotak merah. Saya melihat sekeliling bandara para pertugas begitu sibuk mengangkat koper tidak ada orang yang bersantai ria, ternyata orang Arab mempunyai sifat pekerja keras.


Bandara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz

Untuk sampai ke Masjid Nabawi perjalanan ditempuh kurang lebih 30 menit. Masjid Nabawi adalah masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya. Masjid ini didirikan setelah Masjid Quba. Halaman Masjid Nabawi sangat luas dan indah, pada malam hari terlihat puluhan menara yang bersinar sedangkan pada siang hari menara tersebut mekar berubah menjadi payung-payung raksasa nan cantik membentuk seperti pohon kurma.


Payung Raksasa di Masjid Nabawi

 Saat memasuki masjid kita wajib membawa kantong untuk sandal namun jika tidak membawa kantong, tidak jauh dari pintu masuk terdapat plastik untuk sandal. Namun saya sarankan untuk membawa kantong agar tidak berebut saat menarik plastik. Saat memasuki masjid Nabawi, dekorasinya sungguh menawan dihiasi tiang-tiang yang dilapisi emas. Ditengah-tengah terdapat deretan air zam-zam yang bisa kita minum kapanpun. 


Keadaan di dalam Masjid Nabawi

Tak hanya di dalam masjid Nabawi kita dapat meminum air zam-zam, ketika kita sedang berada di luar pun banyak truk-truk yang berkeliling mengangkut air zam-zam. Truk itu tiba-tiba berhenti di depan para jemaah dengan menurunkan satu tangki air zam-zam. Dan tak perlu menunggu waktu lama, para jemaah langsung berbondong-bondong mengantri mengambil air zam-zam. Saya berdecak kagum ternyata di sini air sangat berharga padahal di negeri saya sendiri banyak sekali orang-orang yang menghamburkan air dengan mengahabiskan kurang lebih 60 liter/hari. 

Kubah Hijau Penyejuk Hati
Hal yang paling unik di Masjid Nabawi adalah kubah hijau yang didalamnya terdapat makam Nabi Muhammad SAW dengan sahabatnya dan juga Raudhah (Taman Surga) yang merupakan tempat Rasulullah beribadah, memimpin sholat, dan menerima wahyu. Taman surga yang dimaksud bukanlah surga di akhirat yang dipenuhi bidadari melainkan tempat yang dimuliakan untuk beribadah. Cara memasukinya pun sungguh unik kaum pria berkesempatan 24 jam sedangkan kaum hawa diwaktu Dhuha, antara waktu Dhuhur dan Ashar, dan di malam hari pada jam 22.00 WIB. Saya berkesempatan memasuki Raudhah dan berdesakan dengan para jemaah lainnya, setelah melaksanakan shalat sunat diharapkan jangan terpisah dari rombongan.


Kubah Hijau

Keturunan Abu Jahal dan Abu Lahab berkeliaran di Madinah
Siapa bilang semua orang yang datang ke masjid adalah orang baik? Kenyataannya tidak semua orang yang datang ke masjid adalah orang baik. Biasanya malah dijadikan ladang untuk tindak kejahatan karena Masjid Nabawi selalu dikunjungi oleh orang-orang di seluruh dunia. Buktinya salah seorang jemaah yang hendak pergi ke toilet di lantai bawah tanah masjid Nabawi mendapati tas selempangnya robek seperti ditusuk benda tajam. Untunglah barang-barangnya tidak ada yang hilang karena hasil goresan benda tajam tepat mengenai botol minuman kosong. Saya sarankan untuk tidak menaruh barang-barang berharga pada tas selempang anda. 

Suasana Malam di Masjid Nabawi

Madinah = Cinta Rasul
Selama berkeliling  kota Madinah terutama di Masjid Nabawi membuat saya merasa lebih dekat dengan Rasulullah. Dulu saya hanya membaca dan mendengar kisah tentang Nabi Muhammad SAW saat pelajaran agama, saat berziarah terasa begitu nyata. Keteladanannya harus dicontoh oleh semua umatnya dan semoga kita semua mendapatkan syafa'at di akhirat nanti. Aaamiiin 


Kamis, 11 Januari 2018

Pulau Pramuka yang Memukau

Pulau Pramuka adalah salah satu dari gugusan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pantainya yang indah menawan menjadi pilihan wisata alternatif untuk orang-orang yang tidak ingin bepergian jauh. Enam tahun yang lalu saya dan teman-teman berkesempatan berwisata ke Pulau Pramuka selama dua hari. Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Muara Angke dengan menggunakan speed boat selama empat jam perjalanan. Sepanjang perjalanan terlihat pemandangan laut yang indah, air laut yang bervariasi dari hijau hingga biru membuat kita mengetahui tingkat kedalaman laut. Akhirnya sampailah di sebuah penginapan yang menghadap ke laut sehingga memudahkan kami untuk melihat sunrise. 

Sunrise di depan penginapan

Fasilitas yang terdapat di Pulau Pramuka terawat dengan baik sehingga memberikan kenyamanan kepada wisatawan. Di sekitar penginapan terlihat dua anak kecil yang sedang bermain di atas perahu membuatku berdecak kagum. Agenda selanjutnya adalah snorkeling masing-masing dibagi 1 set alat snorkeling berupa kacamata, kaki katak, dan pelampung.
Latihan snorkeling dilakukan di Pulau Semak Daun, sesuai dengan namanya pulau ini begitu tenang jauh dari keramaian hanya terlihat semak-semak dan pepohonan yang tersibak oleh angin. Namun pasirnya begitu halus dengan pantai yang landai sehingga memudahkan kami untuk belajar snorkeling. Awalnya susah sekali air masuk kedalam hidung namun sedikt demi sedikit akhirnya saya mulai terbiasa.

Latihan Snorkeling di Pulau Semak Daun

Setengah jam kemudian kami dibawa ke tengah laut yang tidak jauh dari Pulau Semak Daun. Rugi jika tidak merasakan snorkeling di Kepulauan Seribu karena pemandangan laut yang indah tidak kalah dengan taman laut yang lain. Terumbu-terumbu karang dan ikan-ikan yang berwarna warni mengelilingi kami. Namun hati-hati jika terkena terumbu karang hidup karena akan menyebabkan gatal dan bentol-bentol.
Snorkeling

            Tempat wisata selanjutnya yaitu Pulau Air sebuah pulau yang terbagi dua dikeliingi pohon-pohon menjadikan perjalanan wisata semakin asri. Airnya yang dangkal seakan-akan berada dalam aliran sungai. Kami pun turun dan mengambil beberapa foto disana karena pemandangannya yang indah, birunya laut, dan hijaunya daun tampak bersatu dengan alam.

Bermain di Pulau Air

Tak jauh dari Pulau Air terdapat konservasi hiu dan disana kami bisa melihat puluhan hiu kecil yang sedang dibudidayakan. Tujuan dari budidaya hiu ini adalah untuk menjaga agar hiu tidak punah di laut lepas oleh perburuan liar. 

Penangkaran Hiu 

Pada malam hari acara barbeque di depan penginapan memang andalan pulau ini dan pagi harinya kami berangkat ke sebuah penangkaran Penyu Sisik yang letaknya tidak jauh dari penginapan. Penyu-penyu tersebut dirawat dalam satu area dan para wisatawan dapat  menyentuh penyu secara langsung. Kami pun tidak mau ketinggalan menyentuh penyu-penyu cantik ini. Jika penyu-penyu tersebut sudah cukup umur maka akan dilepaskan di tepi pantai.

Penangkaran Penyu Sisik

 Setelah puas berfoto dengan penyu-penyu, kami kembali menaiki perahu kayu dan membawa kami ke sebuah pulau yang sangat sepi yaitu Pulau Karya. Dari dermaga kami melihat sebuah pintu gerbang yang menandakan Kantor Polres Kepulauan Seribu tidak salah lagi Pulau Karya salah satu tempat administrasi pemerintahan Kepulanan Seribu. Air laut yang bersih dan pasir putihnya membuat kami terlarut dalam suasana romantis dan eksotik. Menurut saya, Pulau Karya adalah Pulau Terindah karena pesonanya yang begitu cantik. Namun menurut informasi dari masyarakat setempat pulau ini adalah kuburan etnis Tionghoa pada masa penjajahan. Mendengar informasi tersebut tak menjadikan kami kapok mengunjungi pulau ini.

Menikmati Keindahan Pulau Karya

            Sore harinya setelah itu kita bersiap bergegas menuju pelabuan Muara Angke dengan menggunakan speedboat. Pengalaman saya di Kepulauan Seribu sungguh pengalaman yang luar biasa. Kepulauan seribu juga menjadi salah satu alternatif wisata bahari dengan harga terjangkau, saya merasa puas selain keindahan alam yang ditawarkan juga fasilitas yang patut diacungi jempol. Pulau Pramuka merupakan pulau yang kaya akan konservasi sehingga selain berwisata kami juga mendapatkan pembelajaran untuk lebih cinta terhadap sumber daya alam Indonesia yang harus terus dilestarikan. Saya berharap semoga pulau-pulau kecil di Indonesia bisa mengembangkan potensi pariwisata seperti Kepulauan Seribu. Maju Terus Parwisata Indonesia!

   

Rabu, 10 Januari 2018

Angkutan Kota (Angkot)

Ketika berada di dalam angkot, mata saya selalu sibuk memperhatikan penumpang lain. Ada penumpang yang berpakaian rapi tetapi dia seorang pencopet walaupun tidak semuanya orang yang rapi itu pencopet, buktinya saya nyaris kecopetan saat duduk di bangku SMP namun untunglah cepat tersadar karena saya merasa ada tangan yang masuk ke dalam tas saya.
Ada lagi penumpang seorang pria berpakaian layaknya seorang wanita. Pria itu duduk termenung di pojok angkot, dari raut wajahnya terlihat sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Saya menerka kemungkinan besar pria itu terpaksa melakukan pekerjaan tersebut untuk membiayai keluarganya.
Namun yang paling berkesan selama berada di dalam angkot adalah ketika saya bertemu dengan seorang kakek. Saya bertemu dengan kakek itu tiga tahun yang lalu ketika saya dan teman saya Rida pergi ke sebuah cafe yang terletak di Subang, Jawa Barat.
Saya dan Rida menaiki angkot jurusan Subang-Pagaden di Pujasera. Jaraknya lumayan dekat kurang lebih 3 km, saat mengetem untuk mengatasi kebosanan saya dan Rida mengobrol ngaler-ngidul namun karena belum penuh angkot itu enggan untuk berangkat. Ketika sedang asyik mengobrol, tiba-tiba ada seorang kakek yang naik dan duduk tepat berada di depan saya. Tak lama kemudian angkot pun melaju dengan tenangnya.
Saya memperhatikan kakek yang duduk di depan saya tadi. Terlihat pakaian kakek itu begitu lusuh dengan memakai celana panjang berwarna hitam, kaos panjang yang terpasang gambar salah satu partai, dan handuk yang melingkar dilehernya. Ditangannya terlihat ia sedang menjinjing karung yang berisi beberapa ikat sapu lidi, saya kembali menerka bahwa ia adalah seorang pedagang. Saya memandang wajahnya yang penuh dengan kerutan, perlahan kakek itu menatap saya dan Rida.
“Neng, masih kuliah?” kakek itu tiba-tiba bertanya kepada saya dan Rida.
“Sudah kerja Kek.” Saya terlonjak kaget, kenapa kakek ini tiba-tiba bertanya? Jangan-jangan kakek ini adalah seorang copet angkot.
 “Kerja apa?” kakek itu membuyarkan lamunan saya.
“Saya seorang guru, kalau ini teman saya Rida bekerja di sebuah perusahaan.” Saya mulai menjelaskan profesi saya dan teman saya, namun tetap waspada.
“Kakek kalau punya anak, mau dikuliahkan jadi dokter.” Wajah kakek itu terlihat muram seakan menyembunyikan kesedihan yang mendalam.
“Terus sekarang anak Kakek dimana?” tanya Rida penasaran.
“Kakek tidak punya anak Neng, usia Kakek sekarang sudah 100 tahun lebih.”
“Hah? 100 tahun lebih Kek?” Saya dan Rida bertatapan.
Glek! Saya menelan ludah, tak disangka kakek ini usianya lebih dari satu abad. Padahal jika dilihat dari fisik kakek ini masih segar bugar seperti berumur tujuh puluh tahunan, perkiraan saya mungkin karena kakek ini giat bekerja sehingga terlihat lebih muda.
“Iya Neng, sekarang Kakek tinggal sendirian.” Kakek itu kembali bercerita, wajahnya kembali sedih.
“Sabar ya Kek, sekarang Kakek mau kemana?” tanya saya penasaran.
“Ke pasar Pagaden Neng, mau berjualan sapu lidi ini.” Kakek itu menunjuk isi karung yang berada di depannya.
“Wah Kakek hebat, walaupun sudah berumur tapi tetap semangat kerja.” Bola mata saya menatap wajah kakek itu.
Hatur nuhun Neng, Kakek pasti bahagia jika punya anak seperti kalian.” Kakek itu tersenyum.
“Kiri Mang, depan Cafe Dealova ya.” Tiba-tiba Rida memberhentikan angkot.
Saking asyiknya mengobrol dengan kakek itu, saya tidak memperhatikan jalan. Untunglah Rida tidak terlalu fokus pada pembicaraan kami. Sebenarnya masih ingin mengobrol dengan kakek itu tapi mau tidak mau kami harus berpisah.
“Kakek saya duluan, hati-hati ya Kek.” Saya dan Rida berpamitan.
“Iya Neng, mangga.
Sesampainya di Caffe Dealova sudah terlihat teman geng masa SMA saya. Ada Viola yang bermata sipit, Laura yang berlesung pipit, Amel yang berhidung mancung, dan Keyla yang bermata bulat. Tak terasa sudah enam tahun kami tidak pernah bertemu. Kami memberi nama geng kami dengan sebutan “Princess” karena kami berharap bisa seperti putri Disney yang bahagia selamanya.

Kami berenam kemudian memesan makanan. Namun otak saya masih memikirkan kakek di angkot tadi. Ada satu hal yang saya bisa petik dari peristiwa tadi, ternyata hidup beratus-ratus tahun pun jika kita tidak hidup bersama dengan orang yang kita sayangi, tidak bisa menjamin orang itu bisa merasakan kebahagian. Mungkin kita harus banyak bersyukur masih bisa hidup ditengah orang-orang yang kita sayangi dan menyayangi kita.